Senin, 14 Juni 2010

Mengenal Solo (part 1)

Surakarta adalah sebuah kota besar di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Nama lainnya adalah Solo atau Sala. Di Indonesia, Surakarta merupakan kota peringkat kesepuluh terbesar (setelah Yogyakarta). Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan Solo.

Eksistensi kota ini dimulai di saat Kesultanan Mataram memindahkan kedudukan raja dari Kartasura ke Desa Sala, di tepi Bengawan Solo. Akibat perpecahan wilayah kerajaan, di Solo berdiri dua keraton, menjadikan kota ini pernah menjadi kota dengan dua administrasi. Situasi ini berakhir setelah kekuasaan politik kedua kerajaan ini dilikuidasi setelah berdirinya Republik Indonesia. Selanjutnya, Solo menjadi tempat kedudukan dari residen, yang membawahi Karesidenan Surakarta hingga tahun 1950-an. Setelah karesidenan dihapuskan, Surakarta menjadi kota dengan kedudukan setara kabupaten (Daerah Tingkat II). Semenjak berlakunya UU Pemerintahan Daerah yang memberikan banyak hak otonomi bagi pemerintahan daerah, Surakarta menjadi berstatus Kota.

Surakarta memiliki semboyan "Berseri", akronim dari "Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah", sebagai slogan pemeliharaan keindahan kota. Untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Solo mengambil slogan pariwisata Solo, The Spirit of Java yang diharapkan bisa membangun citra kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa.
check this!


Itulah gambaran kota Solo yang bisa kita jumpai seperti di banyak situs yang beredar luas di internet. Mendadak terpikir, asyik juga kalo kucoba untuk mulai bercerita sedikit demi sedikit mengenai kota ini, acak tapi mudah-mudahan bisa dimengerti.

Aku adalah satu dari sekian banyak pendatang yang kini ikut tinggal memenuhi kota Solo. Sebagai seorang pendatang, hampir 85% kehidupanku kini kuhabiskan di kota ini karena pekerjaanlah yang menuntutku seperti itu.

Aku sendiri sebenarnya lahir di Rembang, sebuah kota kecil di ujung timur pesisir pantura, Jawa Tengah. Keluar dari Rembang untuk kuliah di Jakarta, hingga akhirnya bekerja di Semarang, yang pada akhirnya berlabuh di Solo. Cukup panjang perjalananku hingga akhirnya terdampar di Solo ini. Mungkin lain kali akan kuceritakan mengenai perjalanan panjangku itu secara terpisah.

Aku mulai menginjakkan kaki di Solo pada tanggal 1 Maret 2008. Ini adalah kedatanganku yang kedua setelah pada sekitar tahun 2000 pernah juga datang ke Solo sekalipun hanya 1 malam 1 hari, dalam rangka berpartisipasi dalam Pekan Olah Raga Daerah sebagai seorang atlet Wushu perwakilan Rembang pada waktu itu. Tentu kali ini terasa sangat berbeda, karena kali ini aku menginjakkan kaki mungkin untuk waktu yang sangat lama, yaitu untuk bekerja di kota ini. Ya..., ini karena penempatan kerja dari perusahaan di mana aku bekerja.

Hari-hari awal, kugunakan untuk mengenal jalanan yang ada di kota ini. Sebagai seseorang yang baru sama sekali di kota ini, tentunya tidak mudah jika harus menghafal jalanan yang begitu banyak dalam waktu yang singkat, apalagi kalau diperhatikan, sangat banyak jalan-jalan kecil yang adalah jalan utama di kota ini. Bukan jalan tikus, tetapi ini memanglah jalan utama yang kebetulan tidak begitu lebar seperti jalan raya kota, seperti Jl. Slamet Riyadi ataupun Jl. Adi Sucipto.
Di sepanjang jalan nampak cukup banyak bangunan yang bisa dikatakan masih bangunan lama/kuno yang masih terpelihara dengan baik sampai sekarang. Inilah salah satu hal yang kemudian membuat Solo banyak dikenal karena keasliannya dalam menjaga cagar budaya, misalnya bangunan lama. Bahkan di tengah kota, masih berdiri bangunan-bangunan utama peninggalan Kerajaan jaman dulu, seperti Mangkunegaran & Keraton Solo, yang juga masih sangat diminati sebagai obyek wisata oleh turis baik domestik maupun mancanegara. Yang juga menarik, jalanan yang adalah jalan masuk Keraton, telah dipakai sebagai jalan umum sehingga kita bisa bebas keluar masuk melalui jalan yang melintas di dalam Keraton, dengan bentuk dan ukuran yang masih sama seperti jaman dulu, hanya saja sudah di-asphalt...

Oh Solo...

Tidak ada komentar: